Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia
melalui Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran
Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151)
yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57
dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur
kewenangan-kewenangan Provinsi
Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Untuk materi lengkap bisa
dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU
ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang
berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.
Latar Belakang
Sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik
penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian
berganti menjadi Irian Jaya)
menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung
cita-cita luhur. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa
keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum
sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum sepenuhnya
menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di
Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.
Momentum reformasi di
Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status
Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya. Hal ini merupakan suatu langkah awal
yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah,
sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang
kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian
masalah-masalah di Provinsi Papua.
Provinsi Papua
Provinsi Papua adalah
Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi
Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi
Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada
Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua,
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Provinsi Papua sebagai
bagian dari NKRI menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan. Provinsi
Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural
bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu
daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.
Wilayah Papua
Provinsi Papua terdiri atas
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing sebagai Daerah Otonom.
Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik. Distrik (dahulu dikenal
dengan Kecamatan) adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah
Kabupaten/Kota; Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut
dengan nama lain. Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
Kabupaten/Kota.
Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan
kawasan untuk kepentingan khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
atas usul Provinsi. Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi-provinsi yang
baru dilakukan atas persetujuan MRP dan
DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya,
kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa
datang.
Pemerintahan
Pemerintahan Daerah
Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan
legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dalam rangka
penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis
Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli
Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang
asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya,
pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Legislatif
Kekuasaan legislatif
Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. Jumlah anggota DPRP adalah 1 1/4 (satu
seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota
DPRD Papua menurut UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka
jumlah kursi DPRP adalah 125 kursi.
Eksekutif
Pemerintah Provinsi Papua
dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut
Gubernur. Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil
Gubernur. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan
Perdasus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi
lain di Indonesia, yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua
memerlukan syarat khusus, diantaranya adalah Warga Negara Republik Indonesia
dengan syarat-syarat:
- orang asli Papua;
- setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua;
- tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik; dan
- tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.
MRP
MRP beranggotakan
orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama,
dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total
anggota MRP. Keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus.
Masa keanggotaan MRP adalah 5 (lima) tahun. Pelantikan anggota MRP dilaksanakan
oleh Menteri Dalam Negeri.
MRP mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur
dengan Perdasus, antara lain :
- memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP; dan
- memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur;
Parpol
Penduduk Provinsi Papua
dapat membentuk partai politik. Rekrutmen politik oleh partai politik di
Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. Partai
politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen
politik partainya masing-masing.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Khusus
(Perdasus) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan
pasal-pasal tertentu dalam UU 21/2001. Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP
bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP. Peraturan Daerah Provinsi
(Perdasi) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan
kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perdasi
dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur.
Keuangan
1.
Dana Perimbangan
Dalam rangka otonomi khusus
Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya) mendapat bagi hasil
dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut:
- Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen)
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen)
- Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen)
- Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
- Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen)
- Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen)
- Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen)
- Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001. Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen).
Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)
penerimaan Pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya
pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan
perbaikan gizi
2. Dana
lain-lain
Dana Alokasi Khusus yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan
prioritas kepada Provinsi Papua.
Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara
dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama
ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku selama 20 (dua
puluh) tahun. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang
besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi
pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan
pembangunan infrastruktur.
Perekonomian
Usaha-usaha perekonomian di
Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap
menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi
pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang
berkelanjutan, yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus. Pembangunan
perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat yang
dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam
perekonomian seluas-luasnya. Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah
Provinsi Papua harus mengakui dan
menghormati hak-hak masyarakat adat setempat. Pemberian kesempatan berusaha
Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat
Penegakan Hukum
1.
Kepolisian
Tugas Kepolisian di
Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua sebagai
bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur Provinsi
Papua. Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama Kepolisian Negara
Republik Indonesia di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah
Provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan
kebijakan Gubernur Provinsi Papua. Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi
bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua
diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di
Provinsi Papua. Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara
Republik Indonesia dari luar Provinsi Papua dilaksanakan atas Keputusan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya
dan adat istiadat di daerah penugasan.
2.
Kejaksaan
Tugas Kejaksaan dilakukan
oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan Republik Indonesia.
Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung Republik
Indonesia dengan persetujuan Gubernur.
3.
Peradilan
Kekuasaan kehakiman di
Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Di samping kekuasaan kehakiman tersebut, diakui adanya
peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu. Peradilan adat adalah
peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai
kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di
antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat
disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pengadilan adat memeriksa
dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat
masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak berwenang
memeriksa dan mengadili sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu
pihak yang bersengketa atau pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya.
Hukum Adat adalah aturan
atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur,
mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. Masyarakat Hukum Adat
adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah
tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa
solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan
hukuman pidana penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik
pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan
tingkat pertama, menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap.
Adat Papua dan
Perlindungannya
Adat adalah kebiasaan yang
diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat
setempat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui,
menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat
adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat
adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat
serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara
para anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat
tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para
warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak Ulayat adalah hak
persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu
wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi
hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan
warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui
musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk
memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun
imbalannya.
Orang asli Papua berhak
memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua
bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan
keahliannya. Dalam hal mendapatkan pekerjaan di bidang peradilan, orang asli
Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di
Provinsi Papua. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari
suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui
sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua,
adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat
tinggal di Provinsi Papua
Hak Asasi dan Rekonsiliasi
Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi,
dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua. Untuk hal itu Pemerintah
membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi
Manusia, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua. Untuk
menegakkan Hak Asasi Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban
membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan
melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum
laki-laki.
Dalam rangka pemantapan
persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah melakukan
klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merumuskan dan menetapkan
langkah-langkah rekonsiliasi.
Agama, Pendidikan, dan
Kebudayaan
Setiap penduduk Provinsi
Papua memiliki hak dan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya
masing-masing. Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk menjamin:
- kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
- menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama;
- mengakui otonomi lembaga keagamaan; dan
- memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.
Pemerintah mendelegasikan
sebagian kewenangan perizinan penempatan tenaga asing bidang keagamaan di
Provinsi Papua kepada Gubernur Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis
pendidikan di Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina,
dan mengembangkan kebudayaan asli Papua. Pemerintah Provinsi berkewajiban
membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah
guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua. Selain bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai
bahasa kedua di semua jenjang pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai
bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.
Lingkungan Hidup
Pemerintah Provinsi Papua
berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan
memperhatikan penataan ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya
alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim
dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan penduduk.
Lain-lain
Usul perubahan atas UU
21/2001 dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada
DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan UU
21/2001 dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir
tahun ketiga sesudah Undang-undang ini berlaku. Pemberian otonomi ini disahkan
pada 21 November 2001.
Penerbitan Perpu No. 1
Tahun 2008
Perpu 1/2008 merupakan
revisi dari UU 21/2001 yang ditujukan untuk memberikan dasar hukum bagi
pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat. Dalam UU 21/2001, hanya
dijelaskan mengenai pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Definisi
"Provinsi Papua" yang dimaksud dalam UU ini diterjemahkan secara
berbeda-beda oleh berbagai pihak, apakah itu Provinsi Papua "sebelum
pemekaran" ataukah "setelah pemekaran". Pada waktu UU 21/2001
disahkan, yang dimaksud Provinsi Papua mencakup seluruh wilayah Pulau
Papua bagian barat. Dalam perkembangannya, bagian sebelah timur dari
Provinsi Papua dipisahkan menjadi Provinsi Papua Barat. Pemberlakuan otonomi
khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya
mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan
khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi
Papua Barat. Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perpu 1/2008 sebagai dasar
hukum pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat.
Sumber: Klik Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar